Mengenal Kesenian dan Kebudayaan di Bali – Bali jughttps://eljohnmandarin.id/keanekaragaman-budaya-dari-berbagai-desa-di-samosir/a dikenal server thailand sebagai Pulau Dewata, bukan hanya terkenal dengan keindahan alamnya yang memukau, tetapi juga dengan kekayaan budaya dan tradisi yang kaya. Salah satu aspek paling menakjubkan dari budaya Bali adalah upacara adatnya. Upacara adat Bali memancarkan spiritualitas mendalam, keindahan seni, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai tradisional. Bali memiliki segudang kesenian dengan makna yang begitu filosofis. Kesenian itu terus dilestarikan dan menjadi salah satu daya tarik dari Pulau Dewata tersebut bagi para pengunjung, baik lokal maupun mancanegara. Pulau Bali, yang merupakan bagian dari Indonesia, dikenal sebagai destinasi wisata yang paling populer di dunia. Selain keindahan alamnya yang menakjubkan, Bali juga menawarkan kekayaan budaya yang unik dan beragam. Masyarakat Bali memiliki tradisi dan nilai-nilai yang kental, yang tercermin dalam seni, adat istiadat, agama, dan kehidupan sehari-hari. Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang budaya masyarakat Bali, termasuk aspek-aspek penting yang menjadikan pulau ini begitu istimewa.
Rumah Adat Bali
Kesenian tidak hanya berbentuk sweet bonanza pertunjukan, tapi juga seni rupa seperti rumah adat. Mengutip Putu Rumawan selaku dosen Prodi Arsitektur Universitas Udayana seperti diterbitkan detikBali, rumah adat Bali memiliki filosofi Tri Hita Karana atau tiga unsur kehidupan. Yakni harmoni antara manusia dengan manusia, harmoni dengan alam, dan harmoni dengan yang diyakini atau Tuhan.
Filosofi ini kemudian menjadi dasar untuk membangun rumah Adat Bali. Dasar ini dituangkan dalam aturan yang disebut Asta Kosala Kosali, yaitu aturan membangun rumah dalam masyarakat Bali dengan menentukan luas dan tata letak dalam ruangan.
Sedangkan dalam skala desa atau banjar, masyarakat Bali biasanya menerapkan arsitektur Tri Mandala. Dikutip dari Menguak Makna Filosofis Arsitektur Bali oleh Ida Bagus Gede Paramita, Tri Mandala terbagi menjadi Utama, Madya, dan Nista. Utama biasanya berupa pura, madya untuk rumah-rumah penduduk, dan nista untuk pemakaman.
Tari Pendet
Selain tari Kecak, tari Pendet juga merupakan tarian tradisional paling populer di Bali. Seperti diterbitkan detikBali dalam artikel ‘Keunikan Tari Pendet: Sejarah, Makna Gerakan, dan Pola Lantainya’, keunikan tari Pendet ada pada gerakan lirikan mata dan properti yang digunakan. Prof Dr I Wayan Dibia yang merupakan Guru Besar Institut toto macau Seni Indonesia Denpasar menjelaskan, tari Pendet adalah salah satu tarian tertua di Bali. Semula tarian ini berfungsi untuk ritual keagamaan, tetapi dimodifikasi menjadi tarian penyambutan oleh I Wayan Beratha pda 1962. Tari Pendet diperagakan bersama iringan musik gamelan. Berbagai gerakan dalam tari Pendet memiliki nama tersendiri. Misalnya gerakan mata ke kanan dan kiri disebut nyeledet, sedangkan gerakan mata memutar disebut ngiler. Kemudian mimik wajah penari Pendet yang selalu tersenyum dinamakan entiah tjerengu.
Drama Gong
Bali memiliki beberapa kesenian drama yang terkenal. Salah satunya drama Gong. Drama Gong merupakan bentuk baru dalam teater Bali, seperti dikutip dari repositori.kemdikbud. go.id. Drama Gong sebenarnya merupakan fenomena perkembangan baru dalam teater Bali yang tumbuh dalam waktu cukup singkat, yakni hanya sepuluh tahun hingga bisa menyebar ke seluruh Bali. Drama Gong muncul pada awal era Orde Baru, sekitar 1965. Seniman bernama Anak Agung Gde Raka Payadnya menggagas penciptaan sendratari gaya baru dengan lakon legenda asli Bali, Jayaprana. Raka menciptakan drama utuh dalam bentuk yang sama sekali baru dan berbeda dari teater tradisional.
Tari Kecak
Tari kecak merupakan pertunjukkan seni khas Bali yang menggabungkan drama dan tari. Dikutip dari situs Binus University seperti diterbitkan detikJabar, tari Kecak memiliki makna berupa kisah Ramayana. Tari Kecak menggambarkan kisah penculikan Dewi Sinta oleh Rahwana, kemudian Rama berusaha membebaskan istrinya tersebut dengan berbagai cara. Keunikan tari Kecak adalah ditampilkan tanpa iringan alat musik. Sepanjang tarian, para penari yang berjumlah sekitar 70 orang akan duduk melingkar sambil melantunkan ‘cak cak cak’, yang kemudian menjadi asal-usul nama tari Kecak. Tari Kecak sendiri diinisiasi oleh dua tokoh yakni Wayan Limbak yang merupakan penari Bali dan Walter Spies, seorang seniman lukis asal Jerman yang ingin menyajikan kisah Ramayana dalam bentuk tarian.
Posisi lingkaran tersebut menggambarkan pasukan kera yang dipimpin oleh Dewa Hanuman membantu Rama ketika melawan Rahwana demi membebaskan Dewi Sinta. Tarian ini sejatinya memiliki makna dan filosofi yang berkaitan dengan agama Hindu. Tetapi tarian ini juga boleh dipertunjukkan sebagai hiburan dan menjadi salah satu pertunjukan favorit turis.
Baca Juga : Keanekaragaman Budaya dari Berbagai Desa di Samosir
Upacara Ngaben
Upacara Ngaben adalah prosesi pembakaran jenazah dalam tradisi masyarakat Hindu di Bali. Mengutip situs getakan.aan.desa.id, Ngaben berasal dari kata ngabu yang artinya menjadi abu. Ngaben juga dipahami sebagai penyucian dengan api.
Tujuan dari Ngaben adalah untuk menyucikan roh yang sudah meninggal dunia dan mengembalikan unsur pembentuk badan kasar manusia atau Panca Maha Bhuta kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan. Upacara Ngaben juga merupakan wujud dari keikhlasan keluarga untuk melepaskan orang yang telah meninggal.
Dalam kepercayaan agama Hindu, manusia terdiri atas badan halus (atma) dan badan kasar (fisik). Saat meninggal, badan kasarnya memang mati tetapi atmanya masih ada dan perlu disucikan agar terlepas dari ikatan duniawi. Selain itu, dalam kitab suci Veda Samhita, setiap orang Hindu yang telah meninggal dunia wajib dibakar menjadi abu supaya atmanya dapat mencapai moksa atau surga.
Ogoh – Ogoh
Siapa yang tak kenal Ogoh-ogoh dari Bali? Tradisi ini merupakan salah satu kegiatan budaya yang hampir selalu dilaksanakan penganut agama Hindu di Bali. Mengutip Kadek Winarta dari Universitas Negeri Makassar, Ogoh-ogoh mulanya merupakan tradisi ngelewang oleh kesenian Ndong-nding dari Gianyar dan Karang Asem. Ogoh-ogoh diyakini merupakan perwujudan raja Jaya Pangus dan putri Kang Cing Wei sebagai Barong Landung.
Tradisi Ogoh-ogoh bermakna sebagai keseimbangan antara sisi positif dan negatif dalam diri manusia. Sisi negatif sendiri tidak diharapkan hilang tetapi dipertahankan dengan kadar yang sama dengan sisi positif sehingga sisi negatif akan menjadi netral.
Tradisi Ogoh-ogoh pun tidak terlepas dari pemahaman agama. Ogoh-ogoh dikaitkan dengan tri loka atau tiga tingkatan alam semesta, yakni bhur, bvah, can svah. Ketiga alam tersebut merupakan alam para bhuta, manusia, dan dewa. Hubungan ketiganya diharapkan siembang dan hal itu dapat diwujudkan melalui penghargaan atau upakara, tidak hanya kepada para dewa tetapi juga para bhuta.
Omed – Omedan
Tradisi ini termasuk unik dan menjadi daya tarik juga bagi wisatawan dari luar Bali. Mengutip situs denpasarkota.go.id, Omed-omedan artinya tarik-menarik dalam bahasa Indonesia. Omed-omedan dilakukan dengan berciuman antara ratusan anak muda Bali.
Namun, tradisi ini lebih bertujuan untuk mempererat kekeluargaan dan kebersamaan secara adat, bukan untuk nafsu birahi. Anak muda dibagi ke dalam dua kelompok, yakni laki-laki dan perempuan. Mereka saling berhadapan, kemudian saat musik gamelan dimainkan, pemuda dan pemudi ini akan melakukan gelut (peluk), diman (cium), dan kedengin (tarik) sesuai dengan lirik lagu yang dinyanyikan.
Salah satu desa yang rutin mengadakan Omed-omedan adalah Desa Sesetan. Mengutip Ni Made Yuni Aryini dan Ida Bagus Nyoman Wartha dari Universitas Mahasaraswati Denpasar, sebelum Omed-omedan diadakan, para pemuda dan pemudi bersama-sama sembahyang di pura dan memohon izin kepada Tuhan agar Omed-omedan berjalan lancar. Omed-omedan biasanya digelar sehari setelah Nyepi.